Jumat, 29 Maret 2019

BIOGRAFI KH ABDURRAHMAN MUNADI POLAMAN GUBUG GROBOGAN


Simbah KH Abdurrahman Munadi lahir di Polaman, Jatipecaron, Gubug  sekitar tahun 1220 H  atau 1805 M. Beliau merupakan putra dari K. Arifin bin K. Muttaqin bin K. Khomsah Baturagung bin K Sihnun Selojari Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan bin K. Asyifak bin K. Hasan Besari Tegalsari Ponorogo. Akan tetapi ada riwayat yang menerangkan bahwa beliau putra K. Arifin bin K. Ishak bin K. Asyifak bin K. Hasan Besari Tegalsari Ponorogo.
Menurut cerita orang-orang tua nama dusun Polaman diambil dari nama di daerah Kediri Jawa Timur, yaitu Tegalsari Ponorogo Jawa Timur. Ada pula yang mengatakan bahwa dusun Polaman itu asalnya dari Mbah Imam Biyoro (seorang Kyai dari Kediri Jawa Timur), yang pada saat itu melarikan diri dan bersembunyi di daerah Polaman karena dikejar pasukan Belanda. Setelah sampai di Polaman beliau meminta tolong kepada petani yang bernama Simbah Umar Janggan. Agar selamat beliau masuk di saku Mbah Umar Janggan. Setelah itu pasukan belanda datang dan bertanya kepada Mbah Umar Janggan “Apakah kamu tahu ada orang lari ke sini?”. Jawab Simbah Umar Janggan “Sekarang saya tidak melihat”, sambil menepukkan tangannya pada sakunya jadi beliau tidak berbohong. Akhirnya Mbah Imam Biyoro selamat dari tentara Belanda, setelah itu tempat itu dinamakan Polaman yang artinya pol-pole (sangat) aman, lalu Mbah Imam Biyoro bermukim di Polaman sampai beliau wafat dan makam Simbah Umar Janggan di samping Simbah Imam biyoro dan di tengah-tengah kuburan Polaman.
Simbah Munadi  memperoleh pendidikan di pesantren-pesantren salaf, yang lebih mengutamakan pendidikan tauhid, akhlaq dan alquran. Beliau pernah mondok di pondok pesantren KH Hasan Besari  Tegalsari Ponorogo, pondok di daerah Madiun dan lain-lain.
Seluruh hidup Mbah Munadi didedikasikan untuk menyebarkan agama Islam khususnya di daerah kawedanan Gubug, salah satunya beliau mendirikan langgar di dukuh Kleben Karanglangu Kedungjati. Langgar tersebut dibangun bersama  simbah K.  Murtadlo dan K. Abdullah, langgar yang sekarang menjadi masjid tersebut menjadi masjid tertua di daerah Kedungjati bagian selatan. Beliau juga mendirikan masjid-masjid lain di antaranya masjid Kedungjati, masjid Tambakan, dan masjid Polaman. Asal mulanya masjid Polaman dibangun di pinggir sungai Tuntang, karena sungai Tuntang ditanggul maka masjid tersebut dipindah di barat tanggul.
Dalam suatu kisah, di daerah Gubug ada musibah pagebluk (wabah penyakit), sore sakit paginya meninggal, pagi sakit sorenya meninggal. Lajeng wedana (pembantu bupati yang membawahi beberapa kecamatan) Gubug Hadiprojo meminta barokah doa kepada simbah Munadi, supaya wabah penyakit tersebut bisa pergi. Simbah Munadi bersedia berdoa dengan syarat  wedana Hadiprojo harus taat kepada Allah SWT dan menyelenggarakan acara selamatan  dan membuat makanan berupa onde-onde dan kue lapis yang warnanya merah putih. Simbah Munadi berkata, "kalau orang Jawa bisa bersatu seperti wijen (pada onde-onde) ini, maka akan jadi ini (kue lapis merah putih)". Wabah penyakit itu pun akhirnya bisa hilang dan wedana Hadiprojo taat kepada  Allah SWT.
Saat wedana Hadiprojo hendak membuat pendopo kawedanan Gubug beliau meminta bantuan kepada Mbah Munadi. Mbah Munadi diminta menginfakkan kayu balok buat bahan. akan tetapi Mbah Munadi hanya menginfakkan ranting pohon. Wedana Hadiprojo pun heran. Lalu ranting pohon tersebut bisa jadi kayu balok.   
Simbah KH Abdurrahman Munadi wafat di Gubug, hari Jumat Legi tahun 1901 M, jika dilihat dari penanggalan hijriah 18 Muharrom 1319 H maka hari itu bertepatan dengan  tanggal 14 juni 1901 M.