Fitnah orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam telah bersabda bahwa fitnah datangnya dari orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim yakni orang-orang yang menyempal
keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) yang disebut
dengan khawarij.
Khawarij adalah bentuk jamak
(plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Khawarij adalah orang-orang yang
menyalahkan umat Islam lainnya yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka.
Oleh karena mereka salah memahami Al
Qur’an dan As Sunnah sehingga mengkafirkan umat Islam yang tidak sepaham (sependapat)
dengan mereka dan ada yang berujung menghalalkan darah atau membunuh umat Islam
yang yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka.
Berikut ciri-ciri orang-orang
seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim atau kaum khawarij.
1. Suka berdalil atau mengutip ayat
Al Qur’an dan Hadits namun salah paham
Orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah, penduduk Najed bani Tamim atau kaum khawarij disebut oleh
Rasulullah dengan kata kiasan “orang-orang muda” yakni orang-orang yang belum
memahami agama dengan baik, mereka seringkali berdalil atau mengutip ayat-ayat
al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, tapi itu semua dipergunakan untuk
menyesatkan, atau bahkan untuk mengkafirkan orang-orang yang berada di luar
kelompok mereka. Padahal kualitas iman mereka sedikitpun tidak melampaui
kerongkongan mereka.
Telah bercerita kepada kami Muhammad
bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Al A’masy dari Khaitsamah
dari Suwaid bin Ghafalah berkata, ‘Ali radliallahu ‘anhu berkata; Sungguh, aku
terjatuh dari langit lebih aku sukai dari pada berbohong atas nama beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam dan jika aku sampaikan kepada kalian tentang
urusan antara aku dan kalian, (ketahuilah) bahwa perang itu tipu daya. Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda: Akan datang di
akhir zaman orang-orang muda dalam pemahaman (lemah pemahaman atau sering salah
pahaman). Mereka berbicara dengan ucapan manusia terbaik (Khairi Qaulil
Bariyyah, maksudnya suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits)) namun mereka
keluar dari agama bagaikan anak panah melesat keluar dari target buruan yang
sudah dikenainya. Iman mereka tidak sampai ke tenggorokan mereka. (HR Bukhari
3342)
2. Suka menganggap mayoritas kaum
muslim telah rusak
Jika seseorang beranggapan mayoritas
kaum muslim telah rusak maka sesungguhnya dia sendri yang rusak
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ
عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الرَّجُلُ هَلَكَ النَّاسُ فَهُوَ أَهْلَكُهُمْ
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin
Salamah dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Demikian juga diriwayatkan dari
jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata;
Aku membaca Hadits Malik dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apabila ada
seseorang yang berkata; ‘Celakalah (rusaklah) manusia’, maka sebenarnya ia
sendiri yang lebih celaka (rusak) dari mereka. (HR Muslim 4755)
3. Suka “menjelaskan tentang
kekafiran” yakni menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir
untuk menyerang kaum muslim yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka
Orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim atau kaum khawarij suka
“menjelaskan tentang kekafiran” yakni menggunakan ayat-ayat yang diturunkan
bagi orang-orang kafir untuk menyerang kaum muslim yang tidak sepaham
(sependapat) dengan mereka. Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok
khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi
orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang
beriman”.[Lihat: kitab Sahih Bukhari jilid:4 halaman:197]
4. Suka menuduh muslim lainnya telah
terjerumus kemusyrikan
Orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah, penduduk Najed bani Tamim atau kaum khawarij terhadap muslim
lainnya yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka suka dituduh musyrik.
Dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu,
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya yang paling aku
khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga
ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela
Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan
menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah)
bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik,
penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”.
Siapapun yang menuduh muslim lainnya
musyrik atau telah kafir namun karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah
sehingga kembali kepada si penuduh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Siapa pun orang yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir’ maka
sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan kekufuran tersebut,
apabila sebagaimana yang dia ucapkan. Namun apabila tidak maka ucapan tersebut
akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.” (HR Muslim)
5. Suka mengkhawatirkan muslim
lainnya telah terjerumus kemusyrikan
Sedangkan Rasulullah bersabda, “Demi
Allah, saya tidak mengkhawatirkan kalian akan berbuat syirik sepeninggalku”.
Berikut hadits selengkapnya,
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda “Aku lebih dahulu wafat daripada kalian, dan aku menjadi
saksi atas kalian, dan aku demi Allah, sungguh telah melihat telagaku sekarang,
dan aku diberi kunci-kunci perbendaharaan bumi atau kunci-kunci bumi. Demi
Allah, saya tidak mengkhawatirkan kalian akan berbuat syirik sepeninggalku,
namun yang justru aku khawatirkan atas kalian adalah kalian bersaing terhadap
kekayaan-kekayaan bumi.” (HR Bukhari 5946)
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda “Aku mendahului kalian ke telaga. Lebar telaga itu sejauh
antara Ailah ke Juhfah. Aku tidak khawatir bahwa kalian akan kembali musyrik
sepeninggalku. Tetapi yang aku takutkan ialah kamu terpengaruh oleh dunia.
Kalian berlomba-lomba untuk mendapatkannya kemudian berbunuh-bunuhan, dan
akhirnya kalian musnah seperti kemusnahan umat sebelum kalian”. (HR Muslim
4249)
6. Suka menghalalkan darah dan
membunuh orang-orang Islam karena kesalahpahaman mereka dalam memahami Al
Qur’an dan As Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah memperingatkan bahwa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah
penduduk Najed dari Bani Tamim atau kaum khawarij karena kesalahpahaman mereka
dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah sampai mereka menghalalkan darah dan
membunuh orang-orang Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang
pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka,
bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah
berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya.
Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti
musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)
Mereka membunuh orang-orang Islam,
dan membiarkan para penyembah berhala, maksudnya mereka memahami Al Qur’an dan
As Sunnah dan berkesimpulan atau menuduh kaum muslim lainnya telah musyrik (menyembah
selain Allah) seperti menuduh menyembah kuburan atau menuduh berhukum dengan
selain hukum Allah, sehingga membunuhnya namun dengan pemahaman mereka tersebut
mereka membiarkan penyembah berhala yang sudah jelas kemusyrikannya.
Penyembah berhala yang terkenal
adalah kaum Yahudi atau yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau
disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang meneruskan
keyakinan pagan (paganisme)
Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang
membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang
diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya,
seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka
mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak
kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan
sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102)
Mereka bukan sekedar membiarkan
namun bekerjasama dengan para penyembah berhala, kaum yang dimurkai oleh Allah
Azza wa Jalla. Mereka menjadikannya teman kepercayaan, penasehat, pemimpin dan
pelindung.
Firman Allah Ta’ala yang artinya
“Tidakkah kamu perhatikan
orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman?
Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka.
Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“.
(QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar
kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan
bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari
mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar
lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai
mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab
semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan
apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur
benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena
kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali
Imran, 119)
Hamad bin Salamah meriwayatkan dari
Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam ihwal ‘bukan jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda,
“Yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang
sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’
Dari Abu Musa al-Asy’ari , berkata
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , “Demi Allah, yang diriku ada dalam
genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari umat
sekarang ini. Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman
kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka. ”
7. Suka menampakkan “bekas” amalnya
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
yang paling kutakutkan atas kalian ialah syirik kecil”. Mereka bertanya,
“Apakah syirik kecil tersebut wahai Rasulullah?” Jawab Beliau, “Riya’ ”. (H.R.
Ahmad dengan sanad yang shahih)
Dari Abu Sa’id dia berkata,
‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar bersama kami, sementara
kami saling mengingatkan tentang Al Masih Ad Dajjal, maka beliau bersabda:
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih aku
khawatirkan terhadap diri kalian daripada Al Masih Ad Dajjal ?” Abu Sa’id
berkata, “Kami menjawab, “Tentu.” Beliau bersabda: “Syirik yang tersembunyi,
yaitu seseorang mengerjakan shalat dan membaguskan shalatnya dengan harapan
agar ada seseorang yang memperhatikannya.” (Hadits Hasan. Sunan Ibni Majah
4204)
Orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tami suka menampakkan “bekas’ amalnya
karena salah memahami firman Allah seperti yang artinya
“Muhammad itu adalah utusan Allah
dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka
dari bekas sujud” (QS Al Fath [48]:29)
Tafsir Ibnu Katsir mengatakan: dalam
menafsirkan “tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka” Ibnu Abbas mengatakan
perilaku yang baik. Mujahid dan lainnya mengatakan khusyu’ dan tawadhu’.
(Tafsir Ibnu Katsir, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut Juz. VII, Hal. 337)
Dari Manshur, Aku bertanya kepada
Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud’ (QS Al Fath [48]:29), apakah yang dimaksudkan adalah
bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada
di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia
adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi
dalam Sunan Kubro no 3702)
Dalam al-Shawi ‘ala al-Jalalain
dikatakan terjadi perbedaan pendapat mengenai makna tanda tersebut. Sebagian
ulama mengatakan bagian wajah yang kena sujud itu dilihat pada hari kiamat
laksana bulan purnama. Pendapat lain mengatakan pucat wajah karena berjaga
malam. Sebagian lain berpendapat khusyu’ yang muncul pada anggota tubuh
sehingga seperti dilihat mereka dalam keadaan sakit, padahal mereka tidak
sakit.
Selanjutnya al-Shawi menegaskan
tidak termasuk dari maksud tanda dari bekas sujud itu apa yang dilakukan oleh
sebagian orang bodoh yang sengaja memperlihatkan tanda bekas sujud pada
dahinya, maka itu adalah perbuatan kaum Khawarij. Kemudian al-Shawi mengutip
hadits Nabi yang berbunyi :
اني
لابغض الرجل واكره اذا رايت بين عينيه اثر السجود
Artinya : Sesungguhnya aku sangat
membenci seseorang apabila aku melihat di antara dua matanya bekas sujud
(Al-Shawi, Hasyiah al-Shawi ‘ala al-Jalalain, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah,
Indonesia, Juz. IV, Hal. 106)
Hadits yang dikutip oleh al-Shawi di
atas adalah hadits dari Syarik bin Syihab
Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin
Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat
Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari
aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para
shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar
dari Rasulullah tentang Khawarij!”. Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada
kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh
kedua mataku.
Sejumlah uang dinar diserahkan
kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya
dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua
lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan
harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya. Dia
lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”.
Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah
aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil
dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali.
Kemudian beliau bersabda, “Akan
keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia
adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun al Qur’an tidaklah
melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah
melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan
kembali kepada agama. (HR Ahmad no 19798)
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang
yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu
Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab
orang tersebut.
Ibnu Umar melihat ada bekas sujud
yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas
apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan
Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada
dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku
berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin
Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata,
“Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah
bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama
sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada
wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).
8. Suka keras terhadap sesama
muslim yang tidak sepaham (sependapat) dan bahkan membunuhnya namun lemah
lembut terhadap orang-orang kafir
Dalam syarah Shahih Muslim, Jilid.
17, No.171 diriwayatkan Khalid bin Walīd ra bertanya kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah
penduduk Najed dari bani Tamim yang suka menampakkan “bekas” amalnya dan
berakhlak buruk dengan pertanyaan,
“Wahai Rasulullah, orang ini
memiliki semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah karena banyak
menangis, wajahnya memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu
mengalir, kakinya bengkak karena lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan
janggut mereka pun lebat”
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam menjawab : camkan makna ayat ini : qul in’kuntum tuhib’būnallāh
fattabi’unī – Katakanlah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”
Khalid bin Walid bertanya,
“Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”
Nabi shallallahu alaihi wasallam
menjawab, “Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih,
cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian
dan cintai saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.”
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam menegaskan bahwa ketaatan yang dilakukan oleh orang-orang seperti Dzul
Khuwaisarah penduduk Najed dari bani Tamim dan suka “menampakkannya” (riya)
tidaklah berarti apa-apa karena tidak menimbulkan ke-sholeh-an seperti bersikap
ramah, penuh kasih, mencintai orang-orang miskin dan papa, lemah lembut penuh
perhatian dan mencintai saudara muslim dan menjadi pelindung bagi mereka.
Indikator atau ciri-ciri atau
tanda-tanda orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah adalah
1. Bersikap lemah lembut terhadap
sesama muslim
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan
menjauhi laranganNya
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
9. Status orang-orang yang terbunuh karena kesalahpahaman mereka
Sebaik-baiknya orang yang wafat
karena dibunuh adalah orang-orang yang dibunuh oleh orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim atau kaum khawarij
Sedangkan seburuk-buruknya orang
terbunuh adalah anjing-anjing neraka yakni terbunuhnya para pembunuh dari
orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim atau kaum
khawarij
Dari Abi Ghalib rahimahullah
berkata: “Abu Umamah radiyallahu ‘anhu melihat kepala-kepala manusia (kaum
khawarij) ditancapkan ditangga masjid Damaskus. Maka Abu Umamah radiyallahu
‘anhu berkata: Mereka adalah anjing-anjing neraka, seburuk-buruk orang yang
terbunuh di kolong langit, dan sebaik-baik orang yang dibunuh adalah orang yang
mereka bunuh, kemudian membaca ayat (pada hari yang diwaktu itu ada muka yang
putih berserih, dan ada pula muka yang hitam buram) QS Ali Imran [3]:106, Aku
berkata kepada Abu Umamah radiyallahu ‘anhu. Apakah kamu mendengarnya dari Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa salam? Beliau berkata, tidaklah saya mendengar kecuali
sekali, dua kali tiga kali, empat kali, lima kali, enam kali, tujuh kali maka
saya tidak mungkin mengabarkan hadits ini kepada kalian”. (Shahih
Tirmidzi:3199).
10. Para pembunuh karena
kesalahpahaman mereka ditetapkan telah murtad
Dari hadits-hadits tentang
orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim atau kaum
khawarij maka dapat kita simpulkan bahwa yang ditetapkan telah murtad (keluar
dari Islam) seperti melesatnya anak panah dari busurnya adalah bagi siapa saja
yang karena kesalahpahamannya dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah sehingga
menghalalkan darah atau membunuh umat Islam yang yang tidak sepaham
(sependapat) dengan mereka.
Mereka membunuh orang-orang Islam
yang dituduh kafir, dituduh bukan Islam, dituduh berhukum dengan hukum thaghut
, dituduh musyrik menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir
namun mereka membiarkan atau bahkan bekerjasama dengan kaum yang dimurkai Allah
yakni para penyembah berhala yang sudah jelas kemusyrikannya.
11. Jika telah bermunculan orang
yang murtad, membunuh karena kesalahpahamannya
Allah Azza wa Jalla telah berfirman
bahwa jika telah bermunculan orang-orang yang murtad dari agamanya seperti
melesatnya anak panah dari busurnya maka hijrahlah atau ikutilah (merujuklah)
kepada para ulama Allah yakni suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya
Firman Allah Ta’ala yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan
dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , ‘Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah”. Bersabda Nabi
shallallahu alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang
Yaman’.
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah
ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika
dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu
Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah,
Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan,
tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani
telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari
Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai
ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan
merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam
al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku
menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri
Yaman”. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’
dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
‘Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang Yaman
berarti telah mencintaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku”
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam telah menyampaikan bahwa ahlul Yaman adalah orang-orang yang mudah
menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dan banyak
dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits)
sebagaimana Ulil Albab
Telah menceritakan kepada kami Abul
Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib Telah menceritakan kepada kami Abu
Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah
orang-orang yang berperasaan dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah
ada pada orang Yaman.” (HR Bukhari 4039)
Dan telah menceritakan kepada kami
Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada
kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami
bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata;
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk
Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang
Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Dari Abi Hurairah (radiyallahu
‘anhu) dari Nabi (Shalallahu ‘alaihi wassallam) beliau bersabda : “Telah datang
kepada kalian Ahlul Yaman, mereka orang yang lemah lembut hatinya, Iman itu di
negara Yaman, dan hikmah di negara Yaman dan fiqih (ilmu) itu di negara Yaman,”.
(Muttafaqun ‘alaih).
Berkata para Ulama’ tentang arti
hadits di atas :
Al-Hafidz Ibn Rajab Al-Hanbali
(Rahimahullah Ta’ala) telah menggambarkan Ahlul Yaman, berkata (rahimahullah) :
“Mereka orang-orang yang sedikit berbicara akan tetapi banyak beramal, oleh
karena mereka orang-orang yang beriman, dan diantara arti Iman adalah beramal”.
Berkata As-Safaarini (Rahimahullah
Ta’ala) : “Dan yang dimaksud bahwa Nabi (Shalallahu ‘alaihi wassalam)
menyifatkan hati-hati mereka (orang-orang Yaman) dengan lemah lembut hatinya
adalah bahwa mereka memilki hubungan yang erat untuk membela agama dari segala
tipu-daya yang menyesatkan dan dari syahwat (hawa nafsu) yang diharamkan”.
[Tsulatsiyaat Musnad Al-Imam Ahmad (1/698-699)].
Berkata Abu Bakar Ibnul ‘Arabi (Rahimahullah
Ta’ala) : “Adapun pujian Ar-Rasul (Shalallahu ‘alaihi wassalam) untuk negara
Yaman karena penduduk negeri tersebut orang-orang yang menolong agama dan
penjaga agama Islam dan yang memberikan perlindungan kepada Ar-Rasul (Salallahu
‘Alaihi Wa Salam). Adapun arti dari “Al-Hikmah” adalah karena amalan mereka
berdasarkan ilmu dan itulah orang-orang Yaman”. [‘Aridlo Al-Ahwadzi (9/45)]
Para Habib mengikuti sunnah
Rasulullah hijrah ke Hadramaut, Yaman.
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam telah bersabda bahwa jika telah bermunculan fitnah atau perselisihan
atau bahkan pembunuhan terhadap umat la ilaha illallah karena perbedaan
pendapat maka hijrahlah ke Hadramaut, Yaman, bumi para Wali Allah atau ikutilah
(merujuklah) kepada pendapat Ahlul Hadramaut, Yaman.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif
dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena
disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah
al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan
dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah,
pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan
hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Pergilah kalian
ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan
buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang
banyak’
Alhamdulillah, Islam Nusantara atau
ajaran Islam yang dibawa ke Nusantara oleh para ulama dari kalangan ahlul bait,
keturunan cucu Rasulullah yang bersumber dari para ulama Hadramaut, Yaman
Dengan menelusuri Islam Nusantara
atau Islam masuk ke Nusantara sehingga kita tegakkan ukhuwah Islamiyah dengan
Islam Malaysia, Brunei, Singapore, Thailand atau Asia Tenggara bermazhab
Syafi’i karena bersumber yang sama dengan apa yang disampaikan oleh Imam Ahmad
Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin
Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra. Imam Ahmad Al
Muhajir , sejak Abad 7 H di Hadramaut Yaman, beliau menganut madzhab Syafi’i
dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam
Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi)
serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf
muktabaroh yang bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan
madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai
sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena
kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu
Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di
daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan
memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah, mereka berjuang dan berdakwah
dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi
mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika
seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak
pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma
dan Qiyas.
Islam Nusantara adalah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah disingkat ASWAJA yakni ajaran Islam sebagaimana yang disampaikan
Imam Ahmad Al Muhajir bermazhab Syafi’i dibawa ke Nusantara oleh para ulama
keturunan cucu Rasulullah
Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim
Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun
ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa
pengajaran agama Islam diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu
Rasulullah mulai dari semenanjung Tanah Melayu, Nusantara dan Philipina
Berikut kutipan penjelasan Buya
Hamka
***** awal kutipan ****
“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang
semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak
wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau
shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin
Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua
anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri
mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di
Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain
Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf. Sejak zaman
kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah
air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan
Pilipina.
Harus diakui banyak jasa mereka
dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantaranya Penyebar Islam dan
pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang
diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke
Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari
keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di
Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa
Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja
Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga
Alaydrus.
Kedudukan mereka dinegeri ini yang
turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka
berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari
keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegeri
kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin
Syekh Abubakar, Alhabsyi, Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin
Syahab, bin Yahya …..dan seterusnya.
Yang terbanyak dari mereka adalah
keturunan dari Al-Husain dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang
keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-syarif Makkah Abi
Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka
juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-negeri besar
seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang
bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan Sadat tersebut. Disaat
sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah sampai kepada Sayyidina Ali bin
Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah Az-Zahra ra.
Kesimpulan dari makalah Prof.Dr.HAMKA:
Baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang, Jakarta,
memanglah mereka keturunan dari Ahmad bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari
Bashrah/Iraq ke Hadramaut, dan Ahmad bin Isa ini cucu yang ke tujuh dari cucu
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.”
****** akhir kutipan ******
Islam Nusantara didakwahkan
merangkul budaya, melestarikan budaya, menghormati budaya, berbaur dengan
budaya yang ada adalah hasil (output) dari metode pemahaman dan istinbath
(menetapkan hukum perkara) dalam implementasi agama dan menghadapi permasalahan
kehidupan dunia sampai akhir zaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits
mengikuti metode pemahaman dan istinbath Imam Mazhab yang empat kalau di negara
kita mengikuti Mazhab Syafi’i
Jadi selama budaya atau adat
tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits maka hukum asalnya
adalah mubah (boleh)
Oleh karenanya Islam Nusantara
mensyaratkan bagi pondok pesantren, majelis tafsir, ormas-ormas yang mengaku
Islam, lembaga kajian Islam maupun lembaga-lembaga Islam lainnya termasuk
lembaga Bahtsul Masail untuk dapat memahami dan beristinbat (menetapkan hukum
perkara) dalam implementasi agama dan menghadapi permasalahan kehidupan dunia
sampai akhir zaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits, wajib menguasai
ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab atau ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat
seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu untuk
menggali hukum secara baik dan benar dari al Quran dan as Sunnah seperti ilmu
ushul fiqih sehingga mengetahui sifat lafad-lafad dalam al Quran dan as Sunnah
seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz
bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada
yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula
nasikh dan mansukh dan lain-lain Dengan penelusuran Islam Nusantara atau
menelusuri Islam masuk ke Nusantara sehingga mengenali sanad ilmu (sanad guru)
tersambung kepada lisannya Imam Ahmad Al Muhajir bermazhab Syafi’i yang
tersambung kepada lisannya Rasulullah
Cara untuk menelusuri kebenaran
adalah melalui para ulama yang sholeh yang memiliki sanad ilmu (sanad guru)
tersambung kepada lisannya Rasulullah karena kebenaran dari Allah Ta’ala dan
disampaikan oleh RasulNya.
Pada asalnya, istilah sanad atau
isnad hanya digunakan dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk
kepada hubungan antara perawi dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan
yang berakhir kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pada matan
haditsnya.
Namun, jika kita merujuk kepada
lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaannya sangat luas.
Dalam Lisan Al-Arab misalnya disebutkan: “Isnad dari sudut bahasa terambil dari
fi’il “asnada” (yaitu menyandarkan) seperti dalam perkataan mereka: Saya
sandarkan perkataan ini kepada si fulan. Artinya, menyandarkan sandaran, yang mana
ia diangkatkan kepada yang berkata. Maka menyandarkan perkataan berarti
mengangkatkan perkataan (mengembalikan perkataan kepada orang yang berkata
dengan perkataan tersebut)“.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad
merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa
berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal
pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab
Shahihnya 1/47 no:32)
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Qaasim dan Sa’iid bin Nashr, mereka berdua berkata : Telah menceritakan
kepada kami Qaasim bin Ashbagh : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ismaa’iil At-Tirmidziy : Telah menceritakan kepada kami Nu’aim : Telah
menceritakan kepada kami Ibnul-Mubaarak : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu
Lahi’ah, dari Bakr bin Sawaadah, dari Abu Umayyah Al-Jumahiy : Bahwasannya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya termasuk
tanda-tanda hari kiamat ada tiga macam yang salah satunya adalah diambilnya
ilmu dari Al-Ashaaghir” (ulama kecil / ulama muda)
Nu’aim berkata : Dikatakan kepada
Ibnul-Mubaarak : “Siapakah itu Al-Ashaaghir?”. Ia menjawab : “Orang yang
berkata-kata menurut akal pikiran mereka semata. Adapun ulama kecil (ulama
muda) yang meriwayatkan hadits dari Al-Kabiir (ulama besar / ulama tua / ulama
sebelumnya), maka ia bukan termasuk golongan Ashaaghir itu”.
Sehinggga jika ada orang
menyampaikan sesuatu berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah namun menyelisihi atau
tidak pernah disampaikan oleh para ulama terdahulu yang memiliki sanad ilmu
(sanad guru) tersambung kepada Rasulullah maka sanad ilmu (sanad guru) orang
tersebut terputus pada akal pikirannya sendiri sehingga apa yang disampaikannya
adalah paham baru atau ajaran baru, bukan ajaran yang disampaikan oleh lisannya
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Pada kenyataannya umat Islam
berselisih karena berbeda pendapat bahkan sampai saling membunuh (bunuh
membunuh) sehingga umat Islam hancur dari dalam dan meruntuhkan ukhuwah
Islamiyah adalah diakibatkan orang-orang yang merasa benar sehingga merasa
pasti masuk surga padahal mereka mengikuti Al Ashaaghir yakni ulama yang
memahami Al Qur;an dan As Sunnah bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara
otodidak (shahafi) dengan akal pikirannya sendiri.
Sayyidina Umar ra menasehatkan “Yang
paling aku khawatirkan dari kalian adalah bangga terhadap pendapatnya sendiri.
Ketahuilah orang yang mengakui sebagai orang cerdas sebenarnya adalah orang
yang sangat bodoh. Orang yang mengatakan bahwa dirinya pasti masuk surga, dia
akan masuk neraka“
Janganlah mengambil pendapat atau
ilmu agama dari ulama dlaif yakni orang-orang yang kembali kepada Al Qur’an dan
As Sunnah bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi)
dengan akal pikiran mereka sendiri.
Syaikh Nashir al-Asad menyampaikan
bahwa para ulama menilai sebagai ulama dlaif (lemah) bagi orang-orang yang hanya
mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperoleh dan memperlihatkannya kepada
ulama
Syaikh Nashir al-Asad ketika
diajukan pertanyaan, “Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadits layak
disebut ahli hadits ?”, menjawabnya bahwa “Orang yang hanya mengambil ilmu
melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa
dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama
tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak,
bukan orang alim. Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif
(lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya
adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendapatkan dan
mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan
demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari
kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)
Boleh kita menggunakan segala macam
wasilah atau alat atau sarana dalam menuntut ilmu agama seperti buku, internet,
audio, video dan lain lain namun kita harus mempunyai guru untuk tempat kita
bertanya karena syaitan tidak berdiam diri melihat orang memahami Al Qur’an dan
Hadits
“Man la syaikha lahu fasyaikhuhu
syaithan” yang artinya “barang siapa yang tidak mempunyai guru maka gurunya
adalah syaitan
Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy ,
quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki
susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan”
Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Orang yang berguru tidak kepada guru
tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak
bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham
ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan
pemahaman dirinya sendiri menurut akal pikirannya sendiri.
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya
sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR.
Ahmad)
Negara kita sebaiknya mencontoh
negara tetangga Malaysia dalam upaya mencegah kekacauan yang ditimbulkan oleh
mereka yang memahami Al Qur’an dan As Sunnah bersandarkan mutholaah (menelaah
kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri
Majlis Fatwa Kebangsaan Malaysia
membenarkan apa dilakukan Majlis Agama Islam Negeri Sembilan yang mengeluarkan
fatwa mengharamkan penyebaran Wahabi di negeri itu untuk menghindari kacau
balau di dalam negeri, dan Majlis Fatwa Kebangsaan Malaysia sepakat memutuskan
aliran Wahabi tidak sesuai untuk diamalkan di Malaysia
Dalam kabar tersebut Pengerusi
Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan, Prof Emeritus Tan Sri Dr Abdul Shukor Husin
menyampaikan
****** awal kutipan *****
“Hak mengeluarkan fatwa adalah hak negeri masing-masing. Contoh seperti apa
dilakukan Majlis Agama Islam Negeri Sembilan yang mengeluarkan fatwa
mengharamkan penyebaran Wahabi di negeri itu, sememangnya ia tidak
bertentangan.
“Saya fikir, negeri tersebut
mengharamkan Wahabi kerana tidak mahu berlaku kacau bilau dalam masyarakat
Islam negeri itu,” katanya.
Dalam pada itu, Abdul Shukor
berkata, tindakan negeri tersebut juga tidak akan menjejaskan hubungan negara
dan Arab Saudi kerana sememangnya itu hak negeri tersebut.
“Jika perkara itu akan menjejaskan
hubungan, maknanya tiada hak kepada negeri untuk membuat keputusan sendiri.
“Malahan Jakim dan Majlis Fatwa
Kebangsaan telah membincangkan perkara tersebut lebih awal sebelum isu ini
kembali disensasikan,” katanya.
****** akhir kutipan *******
Begitupula Pemerintah Tunisia
berencana menutup sekitar 80 masjid yang diduga kerap menghasut dan memicu
kekerasan. Langkah ini dilakukan pemerintah sebagai upaya kontraterorisme
setelah serangan penembakan di hotel tepi pantai di kawasan pantai wisata di
Sousse, Tunisia pada Jumat (26/6)
***** awal kutipan *****
Reuters melaporkan bahwa Perdana Menteri Habib Essid menyatakan bahwa selain
memicu kekerasan, terdapat dugaan puluhan masjid tersebut ikut mendanai
sejumlah kelompok militan setempat.
Langkah ini diambil setelah serangan
teroris “yang dilakukan kelompok radikal Wahabi” menewaskan 39 orang, sebagian
wisatawan asing termasuk warga Inggris, Jerman, dan Belgia, yang hendak
berlibur dan menginap di The RIU Imperial Marhaba Hotel yang terletak di tepi
pantai di Sousse, 140 km dari ibukota Tunisia.
Serangan ini terjadi hampir
bersamaan dengan serangan pemenggalan kepala di pabrik gas di
Saint-Quentin-Fallavier di sebelah tenggara Perancis dan pengeboman bunuh diri
di masjid Syiah di Kuwait ketika salat Jumat.
***** akhir kutipan *****
Sedangkan Kementerian Wakaf
(Kementerian Agama) Mesir lakukan pemeriksaan di sejumlah masjid di Kairo. Dari
pemeriksaan tersebut pemerintah menyita buku-buku yang berbau gerakan Salafi,
terutama buku-buku yang ditulis oleh; Muhammad bin Abdul Wahab, Ibn Baz, Ibn
Utsaimin, Ibn Taimiyah, Said Abdul ‘Adhim, Abdul Latif Mustahri, Abu Ishaq
al-Huwaini, Mohammed Hussein Yacoub, dan Mohammed Hassan
***** awal kutipan *****
Kementerian Wakaf (Agama) mengingatkan para imam masjid, khotib dan dan petugas
masjid untuk meneliti buku-buku yang ada di perpustakaan masjid, dan menyita
buku-buku yang mengadopsi pemikiran wahabi yang tidak sesuai dengan toleransi
dalam Islam, atau buku-buku yang berbau militansi, seperti buku-buku yang
ditulis oleh ikhwanul muslimin, terutama pendahulu mereka Hasan al-Bana dan
Yusuf al-Qardhawi.
Kementerian itu juga membantah berita
pembakaran buku-buku yang disita, lebih lanjut ia menegaskan bahwa mereka hanya
mengarahkan pemeriksaan semua buku, sebagai langkah awal pembentukan sebuah
komite pemeriksaan ulang buku-buku tersebut, demi menghindari pemikiran radikal
wahabi.
Sementara itu, Depertemen
Kementerian Wakaf (Agama) akan terus memantau dan melakukan pemeriksaan masjid
dan perpustakaan di setiap Provinsi, untuk memastikan dua tempat itu bersih
dari buku-buku yang mengajak pada “militansi dan ekstremisme”, baik perafiliasi
dengan pemikiran Ikhwanul Muslimin maupun Salafi Wahabi.
***** akhir kutipan *****
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj
santai saja menanggapi bocoran kawat dari Wikileaks yang menyebutkan kerajaan
Saudi Arabia meminta informasi lebih lanjut atas dirinya pada kedutaannya di
Indonesia karena dalam berbagai ceramahnya, ia dianggap menyerang Saudi
***** awal kutipan *****
Ya, ngak apa-apa, boleh-boleh saja. Dimana-mana saya sangat getol membela
aswaja karena salafi menganggap kita ahli bid’ah. Wajar saya membela,” katanya
di gedung PBNU, Jum’at (3/7).
Ia menjelaskan ajaran Wahabisme yang
menjadi ajaran resmi Saudi Arabia mengharamkan maulid nabi, memusyrikkan ziarah
kubur, membid’ahkan tawassul dan amalan lainnya yang menjadi tradisi warga NU.
“Ini hak kita untuk membela. Kalau
kita diamkan saja gimana. Mereka dengan seenaknya hampir mengkafirkan kita,”
tegasnya.
***** akhir kutipan *****
Waspadalah dengan orang-orang yang
salah paham atau bahkan menyalahgunakan firman Allah (QS Al An’aam [6]:116)
untuk menghasut umat Islam agar menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum
muslim (as-sawadul a’zham)
Firman Allah Ta’ala yang artinya
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap
Allah)” (QS Al An’aam [6]:116)
Yang dimaksud “menuruti kebanyakan
orang-orang yang di muka bumi” adalah menuruti kaum musyrik. Hal ini dapat kita
ketahui dengan memperhatikan ayat-ayat sebelumnya pada surat tersebut.
Dalam memahami Al Qur’an tidak cukup
dengan ayat sepotong-potong atau satu ayat saja tanpa memperhatikan kaitan
dengan ayat sebelumnya, kaitan dengan ayat lain pada surah yang lain, kaitannya
dengan hadits, asbabun nuzul, gaya bahasa (uslub), kemampuan dalam balaghah, ilmu
bayan dll. Contohnya dalam membaca Al Qur’an itu minimal 1 ‘Ain (sekitar
setengah halaman atau 3-9 ayat). Jadi tidak asal baca / potong saja.
Mereka menyempal keluar (kharaja)
dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) karena mereka merasa sebagai yang
dimaksud dengan Al Ghuroba atau orang-orang yang asing.
Mereka salah memahami hadits
seperti,
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Abbad dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Marwan al-Fazari, Ibnu Abbad
berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan dari Yazid -yaitu Ibnu Kaisan-
dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam
keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing.” (HR Muslim 208)
Ghuroba atau “orang-orang yang
terasing” dalam hadits tersebut bukanlah mereka yang mengasingkan diri dari
para ulama yang sholeh atau mereka yang menyempal dari mayoritas kaum muslim
(as-sawadul a’zham)
Hal yang dimaksud dengan ghuroba
adalah semakin sedikit kaum muslim yang sholeh diantara mayoritas kaum muslim
(as-sawad al a’zham)
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam besabda “Orang yang asing, orang-orang yang berbuat kebajikan ketika
manusia rusak atau orang-orang shalih di antara banyaknya orang yang buruk,
orang yang menyelisihinya lebih banyak dari yang mentaatinya”. (HR. Ahmad)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah
bersabda “Sesungguhnya Islam itu pada mulanya datang dengan asing dan akan
kembali dengan asing lagi seperti pada mulanya datang. Maka berbahagialah bagi
orang-orang yang asing”. Beliau ditanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang
yang asing itu ?”. Beliau bersabda, “Mereka yang memperbaiki dikala rusaknya
manusia”. [HR. Ibnu Majah dan Thabrani]
Pada akhir zaman salah satu tandanya
adalah semakin sulit ditemukan muslim yang sholeh
Dari Ummul Mukminin Zainab binti
Jahsy (isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), beliau berkata:” (Pada
suatu hari) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke dalam rumahnya
dengan keadaan cemas sambil bersabda, “La ilaha illallah, celaka (binasa)
bangsa Arab dari kejahatan (malapetaka) yang sudah hampir menimpa mereka. Pada
hari ini telah terbuka bagian dinding Ya’juj dan Ma’juj seperti ini”, dan
Baginda menemukan ujung ibu jari dengan ujung jari yang sebelahnya (jari
telunjuk) yang dengan itu mengisyaratkan seperti bulatan. Saya (Zainab binti
Jahsy) lalu bertanya, Ya Rasulullah! Apakah kami akan binasa, sedangkan di
kalangan kami masih ada orang-orang yang shaleh?” Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda, Ya, jikalau kejahatan sudah terlalu banyak.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Marilah kita mengIkuti sunnah
Rasulullah untuk mengikuti mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) dan
menghindari sekte atau firqoh yang menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas
kaum muslim (as-sawadul a’zham)
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan.
Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad
al a’zham (mayoritas kaum muslim).” (HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at
Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius
Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas
kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan
(menyempal), maka ia menyeleweng (menyempal) ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah
dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang
menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul
a’zham (mayoritas kaum muslim)“
Mayoritas kaum muslim pada masa
generasi Salafush Sholeh adalah orang-orang mengikuti Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam yakni para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in
Sedangkan pada masa sekarang
mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) adalah bagi siapa saja yang
mengikuti para ulama yang sholeh yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat.
Memang ada mazhab selain yang empat,
namun pada masa sekarang sudah sulit ditemukan ulama yang memiliki ilmu riwayah
dan dirayah dari imam mazhab selain yang empat sehingga tidak mudah untuk
menjadikannya tempat bertanya.
Sebagaimana pepatah mengatakan “malu
bertanya sesat di jalan” maka kesesatan dapat timbul dari keengganan untuk
bertanya kepada orang-orang yang dianugerahi karunia hikmah oleh Allah Azza wa
Jalla.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya
“Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [QS. an-Nahl : 43]
“Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya,
yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat
[41]:3)
Al Qur’an adalah kitab petunjuk
namun kaum muslim membutuhkan seorang penunjuk.
Al Qur’an tidak akan dipahami dengan
benar tanpa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai seorang penunjuk
Firman Allah Ta’ala yang artinya
“Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi
kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa
kebenaran“. (QS Al A’raf [7]:43)
Secara berjenjang, penunjuk para
Sahabat adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Penunjuk para Tabi’in
adalah para Sahabat. penunjuk para Tabi’ut Tabi’in adalah para Tabi’in dan
penunjuk kaum muslim sampai akhir zaman adalah Imam Mazhab yang empat.
Wassalam