SEJARAH DINASTI BANI ABBASIYAH
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. dan disebarkan dijazirah Arab yang diawali dengan
sembunyi-sembunyi. Setelah pengikut agama Islam telah banyak dari keluarga
terdekat Nabi dan sahabat maka turun perintah Allah untuk menyebarkan Islam
secara terang-terangan. Namun dalam penyebarannya tidak berjalan mulus,
Rasulullah dalam menyebarkan Islam mendapatkan tantangan dari suku Quraisy . Islam
disebarkan dan dipertahankan dengan harta dan jiwa oleh para penganutnya yang
setia membela Islam meski harus dengan pertumpahan darah dalam peperangan.
Setelah Rasullah wafat, kepemimpinan
Islam dipegang oleh khulafaur Rasyidin. Pada perkembangannya Islam mengalami
banyak kemajuan maju. Islam telah disebarkan secara meluas keseluruh wilayah Arab.
Pada masa khulafaur Rasyidin Al-Quran telah dibukukan dalam bentuk mushaf yang
dikenal dengan mushaf utsmani.
Meskipun Islam
telah berkembang’ namun juga banyak mendapat tantangan dari luar dan dalam
Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib banyak terjadi
pemberontakan didaerah hingga peperangan. Salahsatu perang dimasa Ali bin Abi
Thalib ialah peperangan Muawiyah dengan khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan
abitrase, sehingga Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang
ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut dari Ali bin Abi Thalib ingin
membunuh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah karena dianggap telah kafir dan halal
dibunuh. Dalam rencana pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil
dibunuh.
Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, maka
berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan berganti dengan pemerintahan Dinasti
Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sofwan. Pada masa pemerintahan
Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam segala aspek hingga perluasan
daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah,
digantikan oleh pemerintahan dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan
dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan
kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, Berdirinya dinasti ini sebagai bentuk
dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelh wafatnya
Rasulullah SAW. yaitu menyandarrkan khilafah kepada keluarga Rasul dan
kerabatnya.
Berdasar dari keterangan diatas, maka penulis tertarik
untuk membahas sejarah terbentuknya pemerintahan Dinati Abbasiyah hingga
mundurnya pemerintahan ini dalam bentuk makalah.
B.
Rumusan Masalah
Untuk menghindari meluasnya
permasalahan, maka penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut ;
1.
Bagaimana
proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah ?
2.
Bagaimana
kemajuan-kemajuan Dinasti Abbasiyah ?
3.
Apa
sebab-sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah ?
4.
Dinasti kecil apa saja yang muncul di barat
dan di timur ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan
dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan
oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1] \
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani
Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai
melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz
(717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi
kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara
dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim
al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan
yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena
tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar.
Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu abbas, setelah melakukan
pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang
sedang berkuasa.[2]
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa
lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah
dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi.
Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi
perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka
mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.[3]
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah
oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua
dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian
posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah
Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan
yang antara lain disebabkan:
1.
Penindasan
yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.
Merendahkan
kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan
dalam pemerintahan.
3.
Pelanggaran
terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.[4]
Oleh karena itu,
logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia
untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun[5];
a)
Keturunan
Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b)
Keturunan
Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim
al-Iman;
c)
Keurunan
bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan.
Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan
terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan
mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah
ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/
750-754 M.[6]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah
menggunakan Kuffah sebagai pusat
pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama.
Khalifah penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775) memindahkan pusat
pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam
mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah
Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan
menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah Abbasiyah mengalami
tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk.
Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai
berikut.
a.
Bani
Abas (750-932 M
1)
Khalifah
Abu AbasAs-Safak (750-754 M)
2)
Khalifah
Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
3)
Khalifah
Al-Mahdi (775-785 M)
4)
Khalifah
Al Hadi (775-776 M)
5)
Khalifah
Harun Al-Rasyid (776-809 M)
6)
Khalifah
Al-Amin (809-813 M)
7)
Khalifah
Al-Makmun (813-633 M)
8)
Khalifdah
Al-Mu’tasim (833-842 M)
9)
Khalifah
Al-Wasiq ( 842-847 M)
10) Khalifah
Al-Mutawakkil (847-861 M)
11) ….
b.
Bani Buwaihi (932-107 5M)
1)
Khalifah
Al-Kahir (932-934 M)
2)
Khalifah
Ar-Radi (934-940 M
3)
Khalifah
Al-Mustaqi (943-944 M)
4)
Khalifah
Al-Muktakfi (944-946 M)
5)
Khalifal
Al-Mufi (946-974 M)
6)
Dst
…
c.
Bani
Seljuk
1)
Khalifah
Al-Muktadi (1075-1048 M)
2)
Khalifah
Al-Mustazhir (1074-1118 M)
3)
Khalifah
Al-Mustasid (1118-1135 M)
4)
Dst
…[7]
Adapun periodisasi dalam Daulah
Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a.
Periode
Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan Besi
Sebagaimana
diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena
dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah.
Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti
sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775
M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa
kejayaan Daulah Abasiyah.[8]
Pada periode
awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan
daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan
dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan
dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi
(775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai
pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa
pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan
berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan
pada umumnya….[9]
b.
Periode
Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan
Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan
kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan
Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil
(842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.[10]
Pemberontakan
masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj didataran
rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor
penting yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama,
luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat.
Yang kedua, profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka
menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara
sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi
memaksa pengiriman pajak kebaghdad.
c.
Periode
Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah
Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan cirri utama
periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya,
lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya keudukan
Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara
itu bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai
wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad
menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan \Baghdad. Baghdad dalam periode ini
tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana
berkuasaAli bin Buwaihi.[11]
d.
Periode
Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat
ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah. Kehadirannya
atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad.
Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam
bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah. [12]
e.
Periode
Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi
perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah
tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan
berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan
khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan
Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.[13]
B.
Kemajuan-Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Dalam setiap pemerintahan pada
khususnya tentu memiliki perkembangan dan kemajuan, sebagaimana halnya dalam
pemerintahan yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai
kemajuan bagi kelangsungan agama islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini
dikenal dengan “The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang
didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari Mansur
sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma’mun.
Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para
pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun tercatat buku legendaries cerita 1001 malam.
Baik segi politik, ekonomi, dan budaya, periodenya tercatat sebagai The Golden
Age of Islam.[14]
Adapun kemajuan-kemajuan yang
telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut :
1.
Administrasi
Sebelum
Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah notabene
bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab mendapat fasilitas dan menduduki jabatan
strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa tertinggi sekaligus
menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para khalifah
tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk mengangkat putera
mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh
seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan
oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana
non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu
wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir (tanfiz) yang
kekuasaannya terbatas. Yang pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama
dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui khalifah,
termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para
khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir
tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja.[15]
Kalau pada masa
Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebut diwan, maka dimasa
Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian tersebut ialah
(1) Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance).
(3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og
Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era
Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and
Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and Investigation
Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi
(the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the Board of States). (11) Diwan
al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (the Board
Request).[16]
Diwan-diwan aru
yang dibentuk pada periode Abbasiyah, antara lain, Diwan al-Syurtha (Police
Department). Kepala polisi disebut Sahib al-Surtha yang beda dengan zaman
Umayyah, mereka terbagi tugasnya sesuai dengan kondisi wilyahnya. Tugas mereka
paling utama adalah menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan nyawa
masyarakat. Sementara itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.[17]
Dari diwan-diwan
yang dibentuk memiliki tugas masing-masing dalam pemerintahan daulah Abbasiyah
yang mempunyai peranan yang sangat penting.
Demi kelancaran
admiinistrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam beberapawilayah
administrasi yang dapat disebut provinsi dan masing-masing provinsi yang
dikepalai seorang Amir yang melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung
jawab kepadanya. Khalifah yang mengangkat dan memecat atau memindahkan ke Provinsi
lain. Pada umumnya, pendapatan provinsi digunakan untuk provinsi dan sisanya di
kirim ke pemerintah pusat.[18]
2.
Sosial
Philip Khore
Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan Khalifah
Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan dengan persoalan
lain, yang menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran memadai tentang
kehidupan sosial-ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti
ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk
memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan rakyat taklukan, lembaga
poligami, selir, dan perdagangan budak terbukti efektif. Saat unsur Arab murni
surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang dimerdekakan, mulai
menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan oleh hierarki
pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula didominasi oleh Persia dan
kemudian oleh Turki.[19]
3.
Kegiatan ilmiah
Pada periode
Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari
segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan
kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan
tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa
dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang
pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.[20]
Sebelum Dinasti
Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam sel\lu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan centre of
education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan
teknologi diarahkan kedalam ma’had.[21]
Abad X Masehi
disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia Islam, mulai dari
Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala
bidang, terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni. Duni Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.[22]
Diantara
pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus,
Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain.
Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana
para kahlifah Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai
pemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan
banyak berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti
jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid ibn Barmak, kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini
berasal dari Bactra, dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan
dan filsafat, yang condong kepada paham Mu’tazilah. Mereka disamping sebagai
wazir, juga menjadi pendidik anak-anak Khalifah. Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab
resmi Negara pada masa Khalifah Ma’mun (827 M). Mu’tazilah adalah aliran yang
menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berfikir kepada manusia. Aliran ini
telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa awal Dinasti Abbasiyah,
yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan lebih menggunakan rasio baik
dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun memadukan dengan ajaran Islam. Inilah
faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan selanjutnya dikembangkan melalui
Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui pusat-pusat kegiatan ilmiah di Eropa
Barat Daya seperti Seville, Cordova, al-Hamra.[23]
Pribadi beberapa
Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun
adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh
dalam kbijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu
pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang dihadapi oleh umat
Islam semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu dibuka ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu-ilmu naqli eperti ilmu agama,
bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu
angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain telah dimulai oleh umat Islam dengan
metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan umat Islam, semasa Abbasiyah
yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala bidang.[24]
Adapun ilmu yang
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari perkembangan ilmu naqli
(sumber dari Al-Qur’an dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu
kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu fiqih,serta pembukuan kitab-kitab hukum.
Sedangkan perkembangan ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran dan ilmu filsafat,
dan lain lain.[25]
4.
Peran
Pemerintah
Pada masa
kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas
mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan
yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling
besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari
buku-buku asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa
arab yang telah dimulai sejak zaman Umayyah. Misalnya, Khalid ibn Yazid,
seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan kepada para cendekiawan Mesir
atau yang tinggal di Mesir agar mereka menerjemahkan buku-buku tentang
kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa arab.
Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam
bahsa arab.[26]
Pada 832 M,
Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah di Baghdadsebagai akademi pertama, lengkap
dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi
ini yang pertama adalah Yahya ibn Musawaih (777-857 M) murid Gibril ibn
Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua kedua.[27]
Sekitar akhir
abad ke-10 m, kegiatan kaum muslibukan hanya menerjemahkan, bahkan mulai
memberikan syarahan (penjelasan), dan melkukan tahqiq (pengeditan). Pada
mulanya muncul dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang
lebih luas dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan
kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Dengan kepekaan
mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing lahirnya teori-teori baru
sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang yang telah dilakukan
oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari ilmu hisab
yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah
lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah muncul
ulama-ulama besar …[28]
Pada mulanya,
para lama memelihara dan mentransfer ilmu mereka melalui hafalan atau
lembaran-lembaran yang tidak teratur. Kemudian barulah abad ke-7 M,mereka
menulis hadis, fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa arab dan
menjadi buku-buku yang disusun secara sistematis. Diantara kebanggaan zaman
pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abuu Hanifah, Malik,
Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka
merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di dunia
Islam.[29]
C.
Sebab-Sebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan
cepat sekali menguasai satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu sampai
mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar
sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan, Dinasti
Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk
atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada
periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu
dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.[30]
Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah,
diantaranya, sebagai berikut.
1.
Internal
Semasa Abbasiyah
wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur
sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai
keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya
dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para
Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan
tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila
suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan. Oleh karena itu,
terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah
Ma’mun dinasti ini mulai mengalami
kemunduran. Ementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua
tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan
malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi
Khalifah, …[31]
Karena tidak
adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya
putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak
menjadi keatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti
perang saudara antara Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak
adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga memacu
kemunduran dan kehancuran dinasti ini.[32]
Selain agama
juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi kekhalifahan
Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dn pengaturan wilayah-wilayah (Provinsi)
demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan
industri. Saat para Wali, Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin
kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya independensi
dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi
membayar upeti kepada pemerintahan pusat. Sementara itu, disisi lain
meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran. Disamping itu, faktor yang
penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran,
serta melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.[33]
Dalm buku yang
ditulis Abu Su’ud[34],
dijsebutkan faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian
hancur antara lain : (1) adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa
yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. (2)
terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada,
yang berkembang menjadi pertumpahan darah. (3) munculnya dinasti-dinasti kecil
sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan. (4) akhirnya terjadi
kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
2.
Eksternal
Disamping
faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa nasib dinasti ini
terjun kejurang kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang
penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama
adalah gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M)
dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah Isma’iliyah ini sangat
mengganggu di wilayah Persia dan sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di
wilayah Mongol tersebut.[35]
Setelah
beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan
dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke
Baghdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota
Baghdad selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah,
namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak
800. 000 orang.[36]
Ketika bangsa Mongol
dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah
yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang
berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir
tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh
keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan Turki
Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, makahilanglah
Khalifah Abbasiyah untuk selamnya.[37]
Sedangkan faktor
ekstern[38]
yang terjadi adalah (1) berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan, dan
yang paling menentukan adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang
dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan
maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
D.
Dinasti Kecil di Barat dan Timur
Lima
tahun setelah berdirinya kekhalifahan Abbasiyah, Abd al-Rahman muda, satu-satunta
keturunan Dinasti Umayyah yang dari
pembantaia masal. Satu tahun kemudian, tahu 756, dia mendirikan sebua
Dinastiyang kelak menjadi dinasti besar.
Selanjutnya pada 785, Idris ibn Abdullah, cicit al-Hasan
ikut serta dalam salahsatu pemberontakan sengit kelompok Ali di Madinah.
Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia menyelamatkan diri ke \Maroko
(al-Maghrib). Disana dia berhasil mendirikan kerajaan yang mengabadikan namanya
selama hampir dua abad (788-974) berikutnya yaitu Idrisiyah, yang menjadikan
Fez, sebagai ibukota utamanya adalah dinasti Syiah pertama dalam sejarah.
Ketika
Idrisiyah-Syiah meluaskan daerah kekuasaannya di sebagian Barat Afrika Utara,
Aglabiyah_Sunni juga melakukan hal yang sama ditimur. Di luar wilayah yang
dinamakan Ifriqiyah (Afrii ka kecil, terutama Tunisia)., Harun al-Rasyid pada
800 telah mengangkat Ibrahim ibn al-Aglab sebagai gubernur dan berdiri sendiri
dalam memerintah.
Dinasti
selanjutnya adalah ZiyadatAllah merupakan penerus Ibrahim. Dinasti itu menjadi
salah satu titik penting dalam sejarah konflik berkepanjangan antar Asia dan
Eropa. Dengan armadanya yang lengkap, mereka memporak-poranadakan kawasan
pesisir Italia, Prancis, Korsika, dan Sardinia.
Tidak
lama setelah tuntasnya pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di Mesir dan
Suriah, muncul lagi diasti Turki lain yang masih keturunan faghanah yakni Iksidiyah yang didirikan di Fushtat.
Pendirinya adlah Muhammad ibn Thughj (935-946). Dnasti sebelum Iksidiyah adalah
dinasti Thulun yang berumur pendek (869-905), di Mesir dan Suriah adalah Ahmad
ibn Thulun.
Ke
wilayah utara, Iksidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu Dinasti Hamdaniyah
yang Syiah.dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotamia dengan Mosul
sebagai ibukotanya.. mereka adalah keturunan Hamdan ibn Hamdun dari suku
Thalib, di bawah pimpinan Syf al-Dawlah.
Saat
dinasti-dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah
kekuasaan khalifah di Barat, proses yang sama juga tengah terjadi di timur,
terutama dilakukan oleh orang Turki dan Persia.
Dinasti
yang pertama mendirikan sebuah Negara semi-independen disebelah timur Baghdad
adalah orang yang pernah dipercaya al-Ma’mun untuk menduuduki jabatan jenderal yakni Thahir ibn al-Husayn
dari Khurasan. Ia pendiri dinasti Tahiriah berkuasa sampai tahun 872, dan
digantikan oleh Dinasti Saffariyah. Yang bermula di Sijistan dan berkuasa di
Persia selama 41 tahun (867-908), didirikan oleh Ya’qub ibn al-Laits al-Saffar.
Kemudian dinasti ini digantikan oleh Dinasti Samaniyyah yang didirikan oleh
Nashr ibn Ahmad (874-892)
Salah
seorang budak Turki yang disukai dan dihargai oleh penguasa Samaniyyah,serta
dianugerahi pos penting dalam pemerintahan
adalah Alptigin. Pada 962, dia merebut Ghaznah terletak di Afghanistan
dari tangan penguasa pribumi dan mendirikan sebuah kerajaan independen dan
berkembang menjadi imperium Ghaznawi,.Wilayahnya meliputi Afghanistan dan
Punjab (962-1186), pendiri Dinasti Ghaznawi yang sesungguhnya adalah
Subuktigin. Enam belas raja Ghaznawi
yang kemudian menggantikannya adalah keturunan langsung darinya.[39]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah kita
menguraikan masalah mengenai Dinasti Abbasiyah maka dapatlah kita mengambil
suatu kesimpulan yaitu :
1.
Dinasti
Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan
oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[40]
2.
Pada
masa kuasa Dinasti Abbasiyah banyak kemajuan yang telah dicapai yaitu dalam
bidang administrasi, agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan pemerintah.
3.
Kemunduran
Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari banyak faktor yaitu faktor internal dan
eksternal.
B.
Saran
Bila mana dalam makalah ini terdapat
kekeliruan maka saran dari pembaca sangat diharapkan agar karya ini dapat
dijadikan suatu bahan informasi sesuai dengan tujuannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hassan, Hassan Ibrahim. Tarikh
Al-Islam (Kairo: Maktabah Al-Nahdhoh
Al-Misyriyah.
Hitti, K,
Philip. Terj. History Of The Arabs. cet. I (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,2005)
Karim, Abdul, M.
Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam cet.I,(Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007).
Mutrodi, Ali. Islam
Di Kawasan Kebudayaan Arab,cet.I,(Ciputat: Wacana Ilmu: 1997).
Su’ud, Abu. Islamologi.
cet. I. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003).
Sunanto,
Musyrifah. Sejarah Islam Klasik, cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003)
Yatim, Badri. Sejarah
Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar